Laman

Jumat, 10 Desember 2010

Makalah EYD, Bahasa Indonesia

Makalah Bahasa Indonesia
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)


Disusun Oleh :
1.      Rischa
2.      Yayan Kurniadi
3.      Syarifah Qorina Aulya
4.      Rafindo Sinulingga
5.      Jumiati
6.      Bilqis Fardan Rosyadaisy
7.      Edy Sumarlin
8.      Irvan Asharinoviady


Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman
Tahun 2010 / 2011









BAB I PENDAHULU

1.1  Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari–hari manusia, bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting. Bahasa adalah alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun tertulis atau symbol/lambang yang dihasilkan dari ujaran manusia dalam rangka menjalankan fungsi bahasa.

Dalam berbagai tulisan ilmiah, bahasa sering diartikan sebagai tulisan yang mengungkapkan buah pikiran sebagai hasil dari pengamatan, tinjauan, penelitian yang seksama dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu, menurut metode tertentu, dengan sistematika penulisan tertentu, serta isi, fakta dan kebenarannya dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ragam bahasa karya tulis ilmiah atau akademik hendaknya mengikuti ragam bahasa yang penuturnya telah disepakati bersama dalam bahasa nasional. Ragam bahasa ini mengikuti kaidah bahasa baku untuk menghindari ambiguitas makna karena karya tulis ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa karya tulis ilmiah sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa yang sifatnya kontekstual seperti ragam bahasa jurnalistik.
1.2  Rumusan Masalah
Bahasa yang berkedudukan sebagai bahasa nasional merupakan lambing kebanggaan dan identitas sebuah bangsa khususnya Indonesia yang berlatar belakang dengan banyak budaya nusantara. Kebanggaan akan bahasa sendirilah yang menciptakan perubahan yang lebih baik agar penggunaan bahasa Indonesia tidak pernah terlupakan sebagai pemersatu bangsa bagi generasi yang akan datang. Pentingnya mempelajari budaya dan bahasan sendiri agar budaya dan kekayaan bangsa tidak hilang seiring zaman. Sehingga mampu terus bersaing dalam arus globalisasi.
Bahasa Indonesia merupakan ibu dari segala bahasa nusantar. Penggunaan bahasa yang sempurna akan menempatkan seseorang pada tingkat kecerdasan tertentu di dalam masyarakat. Disinilah pentingnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Agar kekeliruan dalam penggunaan bahasa yang telah disepakati bersama, tidak lagi terjadi.
1.3  Tujuan Penulisan
Memberikan penjelasan tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan baku. Agar pemahaman tentang penggunaan bahasa yang baik dan benar serta mengikuti kaidah yang berlaku dapat dibiasakan sedini mungkin. Sehingga kesalahan yang sering terjadi dikehidupan sehari -hari selama sekian lama dapat dihindari.


















BAB II Sejarah Singkat Bahasa Indonesia

Kehidupan Tanpa Bukti Sejarah
Sebelum pengaruh budaya asing masuk  di Indonesia, bangsa Indonesia belum mempunyai huruf dan tulisan sendiri. Dongeng ataupun cerita yang terjadi hanya disampaikan secara mulut ke mulut tanpa ada bukti sejarah berupa tulisan.
Ini berlangsung terus menerus hingga bangsa Hindu datang pertama ke Indonesia. Bukti sejarah tentang cerita pengaruh bangsa Hindu di Indonesia dapat dibuktikan dengan adanya batu tulisan atau prasasti. Huruf Hindu jenis Pallawa dan bahasa Sansekerta yang banyak digunakan masyarakat pada masa itu.

Bahasa Melayu Kuno
Bahasa Melayu Kuno merupakan keluarga bahasa Nusantara. Bahasa Melayu Kuno mencapai kegemilangannya dari abad ke-7 hingga abad ke-13 pada zaman Kerajaan Sriwijaya, sebagai lingua franca dan bahasa resmi kenegaraan. Keberadaan bahasa ini diketahui dari prasasti dan keping tembaga yang ditemukan di seputaran Kepulauan Nusantara bagian barat, terutama di Pulau Sumatera. Beberapa sumber ditemukan di Pulau Jawa dan Pulau Luzon, Filipina.
Kosa kata bahasa ini banyak dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta, yang menunjukkan bahwa pengaruh budaya India banyak terserap dalam kehidupan sehari-hari masa itu. Bahasa Sansekerta hingga sekarang menyumbang kepada pengayaan kosa kata Bahasa Melayu. Karakteristik Bahasa Melayu Kuno:
  • Penuh dengan kata-kata pinjaman Sansekerta
  • Susunan kalimat bersifat Melayu
  • Bunyi b ialah w dalam Melayu kuno (Contoh: bulan = wulan)
  • Bunyi e pepet tidak wujud (Contoh dengan = dngan atau dangan)
  • Awalan ber- ialah mar- dalam Melayu kuno (contoh: berlepas = marlapas)
  • Awalan di- ialah ni- dalam bahasa Melayu kuno (Contoh: diperbuat = niparwuat)
  • Ada bunyi konsonan yang diaspirasikan seperti bh, ch, th, ph, dh, kh, h (Contoh: sukhatchitta)
  • Huruf h intervokalik hilang dalam bahasa modern (Contoh: semua = samuha, saya = sahaya)

Ejaan van Ophuijsen
Ejaan Van Ophuijsen adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
  • huruf ‘j’ untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
  • huruf ‘oe’ untuk menuliskan kata-kata goeroe = guru, itoe = itu, oemoer = umur.
  • tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer = makmur, a’al = akal, ta = tak, pa = pak.
  • Kebanyakan catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen. Karena didalamnya memuat sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di Indonesia.
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.

Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
Ejaan Republik (edjaan repoeblik) adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
  • huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroeguru.
  • bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan ‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
  • kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
  • awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.



Ejaan Melindo
Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.

Ejaan yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan ( EYD ) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin ( Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia ) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama ( ERB ).
Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
  • ‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji → cuci
  • ‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
  • ‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem -> umum
  • ‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
  • ‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
  • ‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
  • ‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
  • awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Pemakaian Huruf
1.     Huruf Abjad. Ada 26 yang masing-masing memiliki jenis huruf besar dan kecil.
Huruf
Nama
Huruf
Nama
Huruf
Nama
A a
a
J j
Je
S s
Es
B b
be
K k
Ka
T t
Te
C c
ce
L l
El
U u
U
D d
de
M m
Em
V v
Fe
E e
e
N n
En
W w
We
F f
ef
O o
O
X x
Eks
G g
ge
P p
Pe
Y y
Ye
H h
ha
Q q
Ki
Z z
Zet
I i
I
R r
Er

2.     Huruf Vokal. Ada 5: a, e, i, o, dan u. Tanda aksen é dapat digunakan pada huruf e jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
Huruf Vokal
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
A
Api
Padi
Lusa
e*
Enak
Petak
Sore
Emas
Kena
Tipe
I
Itu
Simpan
Murni
O
Oleh
Kota
Radio
U
Ulang
Bumi
Ibu

3.     Huruf Konsonan. Ada 21: b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
1.   Huruf c, q, v, w, x, dan y tidak punya contoh di akhir kata.
2.   Huruf x tidak punya contoh di tengah kata.
3.   Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
Huruf Konsonan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
B
Bahasa
Sebut
Adab
C
Cakap
Kaca
D
Dua
Ada
Abad
F
Fakir
Kafir
Maaf
G
Guna
Tiga
Balig
H
Hari
Saham
Tuah
J
Jalan
Manja
Mikraj
K
Kami
Paksa
Sesak
rakyat*
bapak*
L
Lekas
Alas
Kesal
M
Maka
Kami
Diam
N
Nama
Anak
Daun
P
Pasang
Apa
Siap
q**
Quran
Furqan
R
Raih
Bara
Putar
S
Sampai
Asli
Lemas
T
Tali
Mata
Rapat
V
Varia
Lava
W
Wanita
Hawa
x**
Xenon
Y
Yakin
Paying
Z
Zeni
Lazim
Juz
* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
4.     Diftong. Ada 3: ai, au, dan oi.
Huruf Diftong
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
Ai
Ain
Syaitan
Pandai
Au
Aula
Saudara
Harimau
Oi
Boikot
Amboi

5.     Gabungan Konsonan. Ada 4: kh, ng, ny, dan sy.
Gabungan
Huruf
Konsonan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
Kh
Khusus
Akhir
Tarikh
Ng
Ngilu
Bangun
Senang
Ny
Nyata
Hanyut
Sy
Syarat
Isyarat
Arasy

6.     Pemenggalan Kata
1.   Kata dasar
a.  Di antara dua vokal berurutan di tengah kata. Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah.
Huruf diftong ai, au dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu. Misalnya: au-la, sau-da-ra, am-boi
b. Di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan. Misalnya: ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir
c.  Di antara dua konsonan yang berurutan di tengah kata. Misalnya: man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, ap-ril, bang-sa, makh-luk.
d. Di antara konsonan pertama dan kedua pada tiga konsonan yang berurutan di tengah kata. Misalnya: ul-tra, in-strumen, in-fra, bang-krut, ber-teriak, ikh-las.
2.   Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau sebelum akhira. Misalnya: me-rasa-kan, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah.
Catatan:
·         Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
·         Akhiran -i tidak dipenggal.
·         Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut. Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi
3.   Gabungan kata: pemenggalan kata dapat dilakukan di antara unsur pembentuknya. Misalnya: bi-o-gra-fi
Catatan: Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.
7.     Huruf Kapital
1.   Huruf pertama pada awal kalimat. Misalnya: Kita harus bekerja keras.
2.   Huruf pertama petikan langsung. Misalnya: Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
3.   Huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Misalnya: Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
4.   Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya: Nabi Ibrahim
Tidak berlaku jika tidak diikuti nama orang. Misalnya: Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
5.   Huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau pengganti nama orang, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya: Profesor Supomo
Tidak berlaku jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau tempa. Misalnya: Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6.   Huruf pertama unsur-unsur nama orang. Misalnya: Dewi Persik
Tidak berlaku untuk nama orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran. Misalnya: 10 volt
7.   Huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. Misalnya: bangsa Indonesia
Tidak berlaku untuk nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya: meng-indonesia-kan kata asing
8.   Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya: hari Natal, Perang candu, hari Jumat
Tidak berlaku untuk peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama. Misalnya: Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
9.   Huruf pertama nama geografi. Misanya: Asia Tenggara, Danau Toba.
Tidak berlaku untuk istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri dan nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis. Misanya: pergi ke arah tenggara, gula jawa
    1. Huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti "dan" yang tidak terletak pada posisi awal, termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna. Misalnya: Keputusan Presiden Republik Indonesia,Nomor 57, Tahun 1972
11.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke,dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
12.  Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Misanya:
Dr.
Doctor
M.A.
master of arts
S.H.
sarjana hukum
S.S.
sarjana sastra
Prof.
Professor
Tn.
Tuan
Ny.
Nyonya
Sdr.
Saudara

13.  Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya:  "Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto.
Tidak berlaku jika tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan. Misalnya: Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
14.  Huruf pertama kata ganti Anda. Misalnya: Surat Anda telah kami terima.
8.     Huruf Miring
1.      Nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: majalah Bahasa dan Kesusastraan
2.      Huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata yang ditegasan atau dikhususkan. Misalnya: Huruf pertama kata abad ialah a.
3.      Kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya: Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.

Penulisan Kata
1.     Kata Dasar. Ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya: Ibu percaya bahwa engkau tahu.
2.     Kata Turunan
1.   Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnyadikelolapermainan
    1. Imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya, tapi unsur gabungan kata ditulis terpisah jika hanya mendapat awalan atau akhiran. Misalnya: bertanggung jawabgaris bawahi
    2. Imbuhan dan unsur gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat awalan dan akhiran sekaligus: pertanggungjawaban, menggarisbawahi
    3. Ditulis serangkai jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi. Misalnya: mahasiswa, mancanegara
Catatan :
·         Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-). Misalnya: non-Indonesia, pan-Afrikanisme
·         Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah. Misalnya: Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
3.     Kata Ulang. Ditulis lengkap dengan tanda hubung. Contoh: anak-anaksayur-mayur
a.       Bentuk Kata Ulang 
Menurut bentuknya, kata ulang dapat dibagi sebagai berikut.
1.      Kata ulang penuh atau kata ulang murni, yaitu semua kata ulang yang dihasilkan oleh perulangan unsur-unsurnya secara penuh.
Misalnya: rumah-rumah, sakit-sakit.
2.      Kata ulang berimbuhan atau kata ulang bersambungan, yaitu semua kata ulang yang salah satu unsurnya berimbuan: awalan, sisipan, atau akhiran.
Misalnya: berjalan-jalan, turun-temurun, tanam-tanaman.
3.      Kata ulang berubah bunyi, yaitu kata ulang yang mengalami perubahan bunyi pada unsur pertama atau unsur kedua kata ulang.
Misalnya: bolak-balik, serba-serbi.
4.      Kata ulang semu, yaitu kata yang hanya dijumpai dalam bentuk ulang itu. Jika tidak diulang, komponennya tidak memunyai makna atau bisa juga memunyai makna lain yang tidak ada hubungannya dengan kata ulang tersebut.
Misalnya: hati-hati, tiba-tiba, kunang-kunang.
5.      Kata ulang dwipurwa, yang berarti "dahulu dua" atau kata ulang yang berasal dari komponen yang semula diulang kemudian berubah menjadi sepatah kata dengan bentuk seperti itu. Kata ulang ini disebut juga reduplikasi, yang berasal dari bahasa Inggris "reduplication" yang berarti perulangan. Sebenarnya semua kata ulang juga dapat disebut reduplikasi.
Misalnya: lelaki, tetua.
6.      Kata ualng berubah fonem. Misalnya: lauk-pauk
7.      Kata ualang sebagian. Misalnya: pepohonan, dedaunan
b.      Makna dan Fungsi Kata Ulang
·         Perulangan kata benda
Makna yang terkandung dalam perulangan dengan bentuk dasar kata benda.
1.      Menyatakan benda itu bermacam-macam. Misalnya: buah-buahan, sayur-sayuran.
2.      Menyatakan benda yang menyerupai bentuk dasar itu. Misalnya: anak-anakan, orang-orangan.
·         Perulangan kata kerja
Makna yang terkandung dalam perulangan dengan bentuk dasar kata kerja.
1.      Menyatakan bahwa pekerjaan itu dilakukan berulang-ulang atau beberapa kali.
Misalnya: meloncat-loncat, menyebut-nyebut.
2.      Menyatakan aspek duratif, yaitu proses pekerjaan, pembuatan, atau keadaan yang berlangsung lama.
Misalnya: berenang-renang, duduk-duduk.
·         Menyatakan bermacam-macam pekerjaan.
Misalnya: cetak-mencetak, karang-mengarang. Menyatakan pekerjaan yang dilakukan oleh dua belah pikak atau berbalasan.
Misalnya: tembak-menembak, tuduh-menuduh
·         Perulangan kata sifat
Makna yang terkandung dalam perulangan dengan bentuk dasar kata sifat. Menyatakan makna lebih (intensitas).
Misalnya: Berjalan cepat-cepat! Kerjakan baik-baik!
·         Menyatakan makna sampai atau pernah.
Misalnya: Tak sembuh-sembuh sakitnya walaupun ia sudah berobat ke luar negeri (tak pernah sembuh). Habis-habisan ia berbelanja (sampai habis).
·         Digabungkan dengan awalan se- dan akhiran -nya mengandung makna superlatif (paling).
Misalnya: Kerjakan sebaik-baiknya agar hasilnya memuaskan. Terbangkan layang-layangmu setinggi-tingginya.
·         Berlawanan dengan makna nomor satu atau melemahkan arti kata sifat itu.
Misalnya: Badanku sakit-sakit saja rasanya. (sakit di sana-sini, tapi tidak terlalu sakit) Kalau kepalamu pening-pening, bawalah tidur. (agak pening; pening sedikit)
·         Bentuk yang seolah-olah sudah mejadi ungkapan dalam bahasa Indonesia, makna perulangannya kurang jelas.
Misalnya: Jangan menakut-nakuti anak-anak karena akan memengaruhi jiwanya kelak.
c.       Perulangan kata bilangan
1.      Perulangan kata satu menjadi satu-satu memberi makna "satu demi satu".
Misalnya: Peserta ujian masuk ruangan itu satu-satu.
2.      Perulangan kata satu dengan tambahan akhiran -nya memberi makna "hanya satu itu".
Misalnya: Ini anak saya satu-satunya.
3.      Perulangan kata dua-dua, tiga-tiga, dst. memberi pengertian "sekaligus dua, tiga, dst.".
Misalnya: Jangan masuk dua-dua karena pintu itu tidak lebar.
4.      Bentuk perulangan berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu-ribu, dst. menyatakan makna "kelipatan sepuluh, seratus, seribu, dst..
Misalnya: Beribu-ribu orang yang mati dalam peperangan itu.
Bentuk perulangan kata bilangan dengan awalan ber-, saat ini sering diganti dengan bentukan dengan akhiran -an. Misalnya: berpuluh-puluh menjadi puluhan.
4.     Gabungan Kata
1.   Ditulis terpisah antarunsurnya. Misalnya: duta besarkambing hitam
2.   Dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan untuk mencegah kesalahan pengertian. Contoh: alat pandang-dengaranak-istri saya
3.   Gabungan kata berikut ditlis serangkai. Misalnya: acapkaliadakalanyaakhirulkalamalhamdulillahastagfirullahbagaimanabarangkalibilamanabismillahbeasiswabelasungkawa,bumiputradaripadadarmabaktidarmasiswadukacitahalalbihalalhulubalangkacamatakasatmatakepadakeratabasakilometermanakalamanasukamangkubumimatahari,olahragapadahalparamasastraperibahasapuspawarnaradioaktifsastramargasaputangansaripatisebagaimanasediakalasegitigasekalipunsilaturahmisukacitasukarela,sukariasyahbandartitimangsawasalam
5.     Kata Ganti
1.   Ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Contoh: kusapakauberi
2.   Kumu dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluiny. Contoha: bukukumiliknya
6.     Kata Depandike dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali daripadakepadakesampingkankeluarkemariterkemuka. Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari.
Catatan: Untuk membedakan kata depan di- dan awalan di- dapat dilakukan dengan cara, yaitu kata depan di- selalu menunjukan tempat dan dipisahkan dengan spasi. Sedangkan awalan di- ditulis menyatu dengan kata dasarnya, tidak dipisah dengan spasi dan tidak menunjukan sebuah tempat biasanya menunjukkan kata kerja.
7.     Kata Sandangsi dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Harimau itu mahar sekali kepada sang Kancil, Surat itu dikirim kembali kepada si pengirim.
8.     Partikel
1.   Partikel -lah-kah dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik.
2.   Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Catatan: Partikel pun ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya untuk adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun,sungguhpun, walaupun
3.      Partikel per yang berarti 'mulai', 'demi', dan 'tiap' ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya: Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per1 April.




9.     Singkatan dan Akronim
1.   Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya: 
M.B.A.
master of business administration
S.E.
sarjana ekonomi

2.    Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misalnya: 
DPR
Dewan Perwakilan Rakyat
PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia

3.    Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya :
dll.
dan lain-lain
dsb.
dan sebagainya

4.   Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf diikuti tanda titik pada setiap huruf. Misalnuya:
a.n.
atas nama
s.d.
sampai dengan

5.   Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Misalnya: 
Kg
kilogram
Rp 5.000,00
lima ribu rupiah

6.   Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
d.      Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf capital. Misalnya: ABRIPASI.
e.       Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf capital. Misalnya: AkabriIwapi.
f.       Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Contohnya: pemilutilang
Catatan: Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:
1.Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazin pada kata Indonesia
2.Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

10.  Angka dan Lambang Bilangan. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor yang lazimnya ditulis dengan angka Arab atau angka Romawi. Seperti:
Angka Arab
٠,١,٢,٣,٤,٥,٦,٧,٨,٩
Angka Romawi
I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L
(50), C (100), D (500), M (1.000)
1.   Fungsi
1. Menyatakan
g.     ukuran panjang, berat, luas, dan isi
h.     satuan waktu
i.      nilai uang, dan
j.      kuantitas.
Misalnya: 17 Agustus 1945
2. Melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15
3. Menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya: Surah Yasin: 9
2.   Penulisan
1.      Lambang bilangan utuh dan pecahan dengan huruf. Misalnya:
dua belas
12
dua ratus dua puluh dua
222
2.      Lambang bilangan pecahan. Misalnya:
Setengah
1/2
satu persen
1%
Tiga dua pertiga
3 2/3

3. Lambang bilangan tingkat. Misalnya: Paku Buwono X, pada awal abad XX
4. Lambang bilangan yang mendapat akhiran –an. Misalnya: tahun ’50-an (tahun lima puluhan)
5. Ditulis dengan huruf jika dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan. Misalnya: Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
6. Ditulis dengan huruf jika terletak di awal kalimat. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu. Bukan: 15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
7. Dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca bagi bilangan utuh yang besar. Misalnya: Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
8. Tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya: DI lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah. Bukan: Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
9. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya: Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).

Penulisan Tanda Baca
1.      Tanda Titik (.)
1.   Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya: Tanggal lahir Saya 18 Juni 1992.
2.   Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar (tidak dipakai jika merupakan yang terakhir dalam suatu deretan). Misalnya:
III. Departemen Dalam Negri
A.    Direktorat Jendral Pembangunan Masyarakat Desa
B.     Direktorat Jendral Agraria
3.   Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu. Misalnya: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik), 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
4.   Dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya: Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
5.   Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Tidak dipakai jika tidak menunjukkan jumlah. Misalnya: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
6.   Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya: Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD'45)
7.   Tidak dipakai di belakang
(1)   alamat pengirim dan tanggal surat atau
(2)   nama dan alamat penerima surat
Misalnya: Jalan Diponegoro 82
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang (tanpa titik)
Atau:
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
2.      Tanda Koma (,)
1.   Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Rischa membeli buku, pensil, dan pena.
2.   Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan. Misalnya: Dia bukan saudara saya, melainkan teman saya.
3.   Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau hari hujan, Raffi tidak akan datang.
Tidak dipakai jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: Raffi tidak akan datang kalau hari hujan.
4.   Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya: ... Oleh karena itu, Bilqis harus berhati-hati.
5.   Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya: Hati-hati, ya, nanti jatuh.
6.   Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat (tidak dipakai jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru). Misalnya: "Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena kamu lulus."
7.   Dipakai di antara
(i)                 nama dan alamat,
(ii)               bagian-bagian alamat,
(iii)             tempat dan tanggal, dan
(iv)             nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan
Misalnya: Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran,Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
8.   Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya: Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949 Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat
9.   Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya: W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
10.  Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: Ny. Rischa, S.H.
11.  Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: Rp 12,50
12.  Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya: Dosen saya, Bu Firma, cantik sekali.
13.  Dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah baca. Misalnya: Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan: Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
14.  Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian yang menguringinya. Misalnya: "Di mana Saudara Edi tinggal?" tanya Yayan.
3.      Tanda Titik Koma (;)
1.   Dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya: Malam makin larut; tugas belum selesai juga.
2.   Dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya: Sarifah merapikan buku di perpustakaan; Edi memasak di dapur; Raffi menghapal nama-nama binatang; Yayan olahraga di teras, Ivan asyik membaca; Saya sendiri sedang menonton TV.
4.      Tanda Titik Dua (:)
1.   Dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya: Haya ada dua pilihan untuk kita: terus melangkah atau mati di tempat.
Tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan
2.   Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya:
Ketua                         : Rischa
Sekertaris                   : Jumiatia
Bendahara                  : Edi Sumarlin
3.   Dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya:
Ibu     : (meletakan beberapa koper) “Bawa kopor ini, Nak Mir!”
Amir  : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu     : “Jangan lupa. Letakan baik-baik!” (duduk di kursi besar)
4.   Dipakai
(i)                 di antara jilid atau nomor dan halaman,
(ii)               di antara bab dan ayat dalam kitab suci,
(iii)             di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta
(iv)             nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan
Misalnya: Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara membina Bahasa Persatuan Kita?, Djakarta: Eresco, 1968.
5.      Tanda Hubung ( - )
1.   Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris. Misalnya: Di samping cara-cara itu ada ju-                                                       ga cara yang baru
Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
2.   Dipakai untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya: Kini ada cara yang baru untuk meng-                                                                                                      ukur panas
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris
3.   Dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
4.   Dipakai untuk menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a dan 18-06-1992
5.   Dapat dipakai untuk memperjelas
(i)           hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan
(ii)         penghilangan bagian kelompok kata
Misalnya: ber-evolusi
dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)
tanggung jawab-dan kesetiakawanan-sosial
6.   Dipakai untuk merangkaikan
(i)        se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
(ii)      ke- dengan angka,
(iii)    angka dengan -an,
(iv)    singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan
(v)      nama jabatan rangkap
Misalnya: se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara
7.   Dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya: di-smash, pen-tackle-an
6.      Tanda Pisah
1.   Dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai-diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2.   Dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Ramgkaian teman ini-evolusi, teori, kenisbian dan kini juga pembelahan atom-telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta.
3.   Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'. Misalnya: 1910-1945
Catatan: Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya
7.      Tanda Elipsis (…)
1.   Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu…ya, mari kita bergerak.
2.   Dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: sebab-sebab kemerosotan…akan diteliti lebih lanjut.
3.   Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat. Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati…
8.      Tanda Tanya (?)
1.   Dipakai pada akhir kalimat Tanya. Misalnya: Kapan Jumiati akan berangakat ke Jakarta?
2.   Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Sarifah dilahrkan pada tahun 1683(?)

9.      Tanda Seru (!)
1.   Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya: Bersihkan meja makan itu sekarang juga!
10.  Tanda Kurung ((…))
1.   Mengapit keterangan atau penjelasan. Misalnya: Mentri Kebudayaan dan Pendidikan telah menyempurnakan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)
2.   Mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya: Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.
3.   Mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya: Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4.   Mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

11.        Tanda Kurung Siku ([...])

1.   Mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2.   Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.
12.  Tanda Petik (“…”)
1.   Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya: "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
2.   Mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai Prestasi di SMA" diterbitkan dalam Tempo.
3.   Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".
4.   Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya: Kata Ivan, "Saya juga minta satu."
5.   Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan: Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
13.  Tanda Petik Tunggal (‘…’)
1.   Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya: “Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
2.   Mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Misalnya: feed-back 'balikan'
14.  Tanda Garis Miring (/)
1.   Dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Misalnya: No. 7/PK/1973
2.   Dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap. Misalnya:
dikirimkan lewat darat/laut
dikirimkan lewat darat atau laut
harganya Rp25,00/lembar
harganya Rp25,00 tiap lembar



15.  Tanda Penyingkat (Apostrof)(')
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya:
Ali 'kan kusurati
'kan = akan
1 Januari '88
'88 = 198)

Kata Serapan
Kata serapan antar bahasa adalah hal yang lumrah. Jika terjadi kontak bahasa lewat pemakai pasti akan terjadi serap menyerap kata. Dengan adanya proses penyerapan akan menimbulkan saling meminjam dan saling pengaruh unsur asing. Peminjaman ataupun penyerapan dari suatu bahasa itu sendiri pasti di latar belakangi oleh berbagai macam faktor. Yang biasanya mengalami perubahan atas proses penyerapan adalah bunyi bahasa dan kosa kata.
Bahasa Indonesia sendiri selama pertumbuhannya banyak mengalami serapan dari bahasa-bahasa asing seperti bahasa Sansekerta, bahasa Arab, bahasa Inggris dan bahasa Belanda. Masukkan unsur bahasa asing tersebut sejalan dengan histori bangsa Indonesia tentunya.
Berawal dari bahasa sansekerta yang datang bersamaan dengan ajaran Hindu Budha di Indonesia, kemudian bahasa Belanda yang sejalan dengan proses penjajahan bangsa Belanda. Setelah penjajahan bangsa Belanda usai adalah masa perdagangan antara bangsa timur tingah dengan bangsa Indonesia dan proses keagamaan yang menyebabakan terajdinya penyerapan bahasa Arab.Yang terakhir adalah bahasa Inggris dan itu terjadi hingga sekarang, faktor yang begitu dominan tentunya karena pertukaran ilmu pengetahuan dan teknologi antara bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa pengguna bahasa Inggris. Selain bahasa-bahasa tersebut menurut wikipedia.com ada beberapa bahasa seperti Cina, Portugis, Tamil, Parsi, Hindi yang ikut terserap oleh bahasa Indonesia namun memiliki persentasi yang tidak sebesar empat bahasa sebelumnya.
Contoh kata serapan antara lain:
edukasi berasal dari education (Inggris)
hikmah berasala dari kata hikmat (Arab)
besuk berasal dari kata bezoek (Belanda)
aniaya berasal dari kata anyaya (Sansekerta)

Penulisan Huruf Serapan
Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing atau dari bahasa daerah. Dilihat dari taraf penyerapannya ada tiga macam kata serapan, yaitu:
1.      Kata asing yang sudah diserap sepenuhnya ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya: kab, sisrsak, perlu, hadir, badan, waktu, kamar, botol, sekolah dan ember.
2.      Kata asing yang dipertahankan karena sifat keinternasionalan-nya, penulisan dan pengucapan masih mengikuti cara asing. Misalnya: shuttle cock, knock out, time out, chek in, built up, complete knock down, dan lain-lain.
3.      Kata asing yang berfungsi untuk memperkaya peristilahan, ditulis sesuai dengan EYD. Misalnya: komputer = computer, matematika = mathematic, karakter = character, dan lain-lain.
Kaidah Ejaan
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu sebagai berikut.
10.  Belanda
a.       aa menjadi a. Misalnya:
Paal
Pal
b.      ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e. Misalnya:
Aerodinamics
Aerodinamika
c.       ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e. Misalnya:
Haemoglobin
Hemoglobin
Haematite
Hematite
d.      ai tetap ai. Misalnya:
Trailer
Trailer

e.       au tetap au. Misalnya:
Audiogram
Audiogram
Autotroph
Autotrof
f.       c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k. Misalnya:
Calomel
Kalomel
Crystal
Kristal
c di muka e, i, oe, dan y menjadi s. Misalnya:
Central
Sentral
Coelom
Selom
cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k. Misalnya:
Accommodation
Akomodasi

cc di muka e dan i menjadi ks. Misalnya:
Accent
Aksen

cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k. Misalnya:
Saccharin
Sakarin

ch yang lafalnya s atau sy menjadi s.Misalnya:
Machine
Mesin

ch yang lafalnya c menjadi c. Misalnya:
China
Cina

g.      ee menjadi e. Misalnya:
System
System

ei tetap ei. Misalnya:
Eidetic
Eidetik

eo tetap eo. Misalnya:
Geometry
Geometri

eu tetap eu.
h.      f tetap f. Misalnya:
Fanatic
Fanatic

i.        gue menjadi ge. Misalnya:
Igue
Ige

gh menjadi g. Misalnya:
Sorghum
Sorgum

j.        i pada awal suku kata di muka vokal tetap i. Misalnya:
Iambus
Iambus
ie menjadi i jika lafalnyai. Misalnya:
Politiek
Politik
ie tetap ie jika lafalnya bukan i. Misalnya:
Patient
Pasien
k.      oo menjadi o. Misalnya:
Cartoon
Kartun

11.  Sansekerts
a.       Ç  menjadi s. Misalnya:
Çastra
Sastra

b.      e tetap e. Misalnya:
Effect
Efek

c.       ea tetap ea. Misalnya:
Idealist
Idealis
12.  Arab
a.        kh tetap kh.
b.      ng tetap ng. Misalnya:
Congress
Kongres
13.  Yunani
a.       oe (oi) menjadi e . Misalnya:
Oestrogen
Estrogen

Vokal Ganda
a.       oo tetap oo. Misalnya:
Coordination
Koordinasi
b.       ou menjadi u jika lafalnya u. Misalnya:
Gouverneur
Gubernur
c.        ph menjadi f. Misalnya:
Phase
Fase
ps tetap ps
pt tetap pt
d.       q menjadi k. Misalnya:
Aquarium
Akuarium
e.        rh menjadi r. Misalnya:
Rhythm
Ritme
f.        sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk. Misalnya:
Scandium
Scandium
sc di muka e, i, dan y menjadi s. Misalnya:
Scenography
Senografi
sch di muka vokal menjadi sk. Misalnya:
Schema
Skema
g.        t di muka i menjadi s jika lafalnya s. Misalnya:
Action
Aksi
th menjadi t. Misalnya:
Theocracy
Teokrasi
h.       u tetap u.
ua tetap ua.
ue tetap ue.
ui tetap ui.
uo tetap uo.
uu menjadi u. Misalnya:
Vacuum
Vakum
i.         v tetap v.
j.         x pada awal kata tetap x. Misalnya:
Xenon
Xenon
x pada posisi lain menjadi ks. Misalnya:
Taxi
Taksi
xc di muka e dan i menjadi ks. Misalnya:
Excess
Ekses
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk. Misalnya:
Exclusive
Esklusif
k.       y tetap y jika lafalnya y.
y menjadi i jika lafalnya i. Misalnya:
Dynamo
Dynamo
l.         z tetap z.

 

 


Konsonan Ganda

Konsonan ganda menjadi konsonan tunggal kecuali kalau dapat membingungkan. Misalnya:
Gabbro
Gabro
Accu
Aki
Effect
Efek
Commission
Komisi
Ferrum
Ferum
Solfeggio
Solfegio
Tetapi:
Mass
Massa


Catatan

1.      Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara Indonesia tidak perlu lagi diubah. Misalnya: kabar, sirsak, iklan, perlu, bengkel, hadir.

2.      Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan xditerima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu digunakan dalam penggunaan tertentu saja seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus



Akhiran Asing

Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh.
Kata seperti standardisasi, efektif, dan implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen.





Bentuk Baku atau Tidak Baku dan Kata Separan
·         Kata Baku adalah kata-kata yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Acuan yang dapat digunakan adalah KBBI, EYD, Pedoman Pembentukan Istilah, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
·         Bahasa tidak baku adalah bahasa yang tidak mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.
·         Pembakuan kata-kata juga belaku untuk istilah dan kata serapan atau berasal dari bahasa asing, bunyi dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
Contoh:
No.
Kata Baku
Kata Tidak Baku
Keterangan
1.
Menyontek
Mencontek
-
2.
Misi
Missi
Serapan
3.
Nasihat
Nasehat
-
4.
Mengubah
Merubah
-
5.
Sistim
System
Serapan
6.
Tradisional
Tradisonil
Serapan
7.
Terampil
Trampil
-
8.
Hierarki
Hirarki
Serapan
9.
Ekstrem
Ekstrim
Serapan
10.
Telinga
Kuping
-










BAB III PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Bahasa memiliki peranan yang sangat penting sebagai komunikasi manusia dalam interaksi social. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka proses kehidupan dapat berjalan lancer tanpa hambatan. Dan penggunaan bahasa yang sesuai standar adalah sebuah keharusan bagi anak bangsa sebagai pemilik bahasa tersebut.

3.2  Saran
Bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia agar pemahaman dan penggunaan bahasa yang sesuai ejaan dapat digunakan sebahagi bahasa sehari – hari. Demi pelestarian bahasa nasional, dan tetap menjadi kebanggan bangsa serta menjaga kebudaya dan identitas milik bangsa sebagai warisan kekayaan Indonesia untuk generasi ktia yang akan datang.


 DAFTAR PUSTAKA  


1. Aton, M. Moeliono. 1980. Bahasa Indonesia dan Ragam – ragamnya, jilid II. Jakarta: Bhratara 
2. Badudu, J. S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar. 
3. Badudu, J. S. 1985. Pelik – Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima. 
4. Badudu, J. S. 1986. Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar II. 
5. Badudu, J.S. 1985. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Prima 
6. Halim, Amran. 1976. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Penenbangan Bahasa. 
7. Hendy, Zaidan.1989. Pelajaran Sastra. Jakarta: PT Gramedia 
8. Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. 
9. Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Ligustik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 
10. Rustamaji. 2009. Panduan Belajar Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Primagama 
11. Suryaman, Ukun. 1986. Dasar – Dasar Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Penerbit Alumni. 
12. http://tulisanria.wordpress.com/2009/10/0















Tidak ada komentar: